Rabu, 01 Juli 2009

Pesawat Airbus A310 Yemenia Jatuh di Samudera India


Musibah kembali terjadi dalam dunia penerbangan. Setelah pesawat Airbus A330-320 milik Air France jatuh di Samudera Atlantik pada 1 Juni lalu saat terbang dari Rio de Janeiro ke Paris, kemarin (30/6) pesawat Airbus A310 milik maskapai penerbangan Yemenia bernasib sama.

Pesawat milik maskapai dari Yaman itu jatuh di Samudera India ketika hendak mendarat di Bandara Moroni, Kepulauan Komoro. Saksi mata menuturkan, pesawat yang mengangkut 153 orang itu -termasuk sebelas awak- gagal mendarat dan tetap melaju sampai tercebur ke laut dan kemudian tenggelam.

Itu tragedi dan pukulan kedua bagi Airbus dalam kurun waktu kurang dari sebulan. Dalam kecelakaan pesawat Air France lalu, 228 penumpang dan awak tewas. Badan pesawat juga hancur berkeping-keping. Evakuasi makan waktu yang cukup lama. Penyebab kecelakaan Air France belum diketahui karena kotak hitam (black box) belum ditemukan.

Sejumlah mayat dan juga puing pesawat Yemenia mengapung di laut dekat Moroni, ibu kota Kepulauan Komoro, yang berlokasi di selatan Kenya dan utara Madagaskar. ''Mayat maupun ceceran bahan bakar pesawat terlihat di permukaan laut sekitar 16-17 mil laut (sekitar 25-27 km) dari Moroni,'' kata Mohammad Abdel Kader, pejabat penerbangan sipil Yaman, kepada wartawan. ''Kondisi cuaca benar-benar buruk. Laut juga tidak bersahabat,'' lanjutnya.

Prancis telah mengirimkan dua kapal angkatan laut dan sebuah pesawat ke bekas koloninya itu untuk membantu penyelamatan. Kapal dan pesawat itu dikirim dari salah satu wilayahnya di Samudera India.

Tetapi, satu di antara 142 penumpang pesawat ditemukan dalam kondisi hidup. Penumpang tersebut bocah lelaki berusia lima tahun. Belum diketahui kewarganegaraan maupun kondisi lukanya. ''Bocah itu ditemukan nelayan dan dibawa ke pantai,'' kata Arfachad Salim, koordinator penyelamat Bulan Sabit Merah Komoro (Comoros Red Crescent).

Kapten Abdulkhalek al-Kadi, chairman Yemenia Airways, mengatakan bahwa bocah laki-laki tersebut telah dilarikan ke rumah sakit untuk mendapat perawatan. ''Dia satu-satunya yang ditemukan hidup. Kami berharap menemukan lagi yang lain,'' ujarnya.

Sebelumnya, tidak ada satu pun dilaporkan selamat. Mayoritas penumpang merupakan warga Komoro yang kembali dari Paris. Sebanyak 66 penumpang warga negara Prancis. Sedangkan yang kebanyakan punya dua kewarganegaraan. Tiga bayi juga termasuk dalam daftar penumpang.

Sedangkan sebelas awak pesawat berasal dari beberapa negara. Salah seorang di antara mereka adalah kru perempuan asal Indonesia. Identitasnya belum diketahui. Enam awak, termasuk pilot, warga negara Yaman. Yang lain berasal dari Maroko (dua orang), Ethiopia (satu orang), dan Filipina (satu orang).

Pesawat Yemenia itu terbang dari Bandara Charles de Gaulle, Paris, Senin pagi. Pesawat lalu mendarat di Marseille, Prancis Selatan, untuk mengangkut para penumpang. Wilayah itu merupakan pusat komunitas asal Komoro. ''Saat meninggalkan Marseille menuju Sanaa, terdapat lebih dari seratus penumpang,'' terang Kader.

Musibah terjadi saat pesawat mendekati Bandara Hahaya di Moroni, ibu kota Komoro. Pesawat gagal mendarat, lalu melakukan manuver membelok, tetapi kemudian jatuh ke laut. ''Saya melihat pesawat itu akan mendarat. Saat saya masuk ke terminal bandara untuk menemui ibu saya, pesawat itu menghilang,'' cerita Moussa Boina, saksi mata, kepada AFP.

Tidak diketahui mengapa pesawat gagal mendarat. Pejabat Yemenia justru menyalahkan cuaca buruk sebagai penyebab musibah tersebut. Tidak dijelaskan apakah saat itu hujan.

Pejabat pemerintah Komoro telah memerintahkan untuk mendirikan crisis center di bandara. Tim penyelamat ditempatkan di utara pantai Grande Komoro, pulau terbesar di antara tiga pulau di Komoro. Radio milik pemerintah menghentikan program acaranya untuk sementara dan berganti menyiarkan bacaan ayat-ayat suci Alquran.

Yemenia telah menggunakan Airbus tersebut sejak 1999. Pesawat itu telah terbang 17.300 kali. Airbus berjanji akan membantu mencari penyebab kecelakaan.

Yemenia merupakan maskapai penerbangan di salah satu negara termiskin di dunia, tapi jarang mengalami musibah. Didirikan pada Agustus 1961, maskapai berpusat di Sanaa menerbangi 30 rute internasional di Afrika, Timur Tengah, Eropa, dan Timur Jauh. Sebanyak 51 persen saham maskapai itu milik pemerintah Yaman dan 49 persen milik Arab Saudi.

Insiden terbesar yang dialami pesawat Yemenia terjadi pada Januari 2001. Saat itu, pesawat Boeing milik maskapai tersebut -mengangkut 91 penumpang, termasuk Dubes AS untuk Yaman- dibajak dalam penerbangan domestik.

Pada Juni 2000, pesawat kargo Yemenia mendarat darurat di Khar­toum, Sudan. Tidak ada kor­ban. Yemenia memiliki sepuluh pesawat Airbus dan Boeing.

Kementerian Transportasi Pran­cis menyatakan, maskapai itu sebetulnya sedang dipantau oto­ritas uni Eropa. Sedangkan ins­pektur Prancis menyebut bahwa ditemukan sejumlah ''kesa­lahan'' pada pesawat yang jatuh ke laut kemarin.

''Perusahaan pemilik pesawat tidak masuk daftar hitam (maskapai yang dilarang terbang dari udara di Eropa). Tetapi, mereka mendapat pengawasan ketat ka­mi dan didengar komite keamanan Uni Eropa,'' kata Menteri Transportasi Prancis Dominique Bussereau.

Menurut Bussereau, pesawat Airbus A310 itu telah diinspeksi otoritas penerbangan sipil Prancis pada 2007. Saat itu, ditemukan sejumlah masalah pada pesawat. Tidak disebutkan masalah yang dimaksud. ''Yang jelas, se­jak inspeksi tersebut, pesawat ti­dak pernah muncul lagi di ne­gara kami,'' ujarnya kepada stasiun televisi lokal Prancis.(AFP/AP/dwi)

Sumber: Jawapos.co.id

Jumat, 05 Juni 2009

KASUS AMBALAT kini


Kapal Malaysia Terus Melakukan Provokasi

Liputan 6 - Kamis, Juni 4

Liputan6.com, Tarakan: Kapal Perang Malaysia kembali memasuki wilayah Indonesia sejauh satu mil, Rabu (3/6) pagi. Alhasil, situasi keamanan di Ambalat sempat memanas. Untuk itu, pihak TNI Angkatan Laut mengusir kapal bersenjata Malaysia dengan mendekatinya. Apalagi, radio komunikasi kapal Malaysia selalu dimatikan saat memasuki wilayah Indonesia.

Menurut Komandan Gugus Tempur Wilayah Timur, R.M. Harahap, keadaan di Ambalat relatif aman dan damai. Namun, pihak Malaysia selalu melakukan kesalahan berkali-kali dengan memasuki wilayah Indonesia terlalu jauh.

Dari peta batas wilayah antara wilayah Indonesia dan Malaysia menunjukkan perairan Indonesia lebih dalam. Kemungkinan Kapal Perang Malaysia mencari posisi yang aman untuk berlayar dengan masuk ke wilayah indonesia. Namun, TNI AL tetap menjaga agar aksinya tidak menimbulkan pola pola yang negatif.

Data sepanjang 2009 menunjukkan, Malaysia telah 11 kali melanggar perbatasan dan pada tahunm 2008 sebanyak 26 kali masuk ke wilayah Ambalat tanpa izin.(ISW)

Selasa, 19 Mei 2009

n250


N-250 dimana dirimu kini….


N-250

Kutipan Majalah Tempo:
Bandung, 10 Agustus 1995.
Bandar Udara Husein Sastranegara, Bandung, diliputi keriangan suasana perhelatan. Presiden Soeharto bersama seluruh pejabat terpenting Republik tumplek ke lapangan terbang itu. Sementara itu, jauh di atas angkasa, pesawat N-250 Gatotkaca tengah melesat sembari menorehkan momen-momen emas dalam sejarah kedirgantaraan Indonesia.

Tepuk tangan bergemuruh saat Erwin Danuwinata, pilot penguji pesawat komuter N-250 Gatotkaca—berkapasitas 70 penumpang—mendaratkan pesawatnya dengan mulus di landasan setelah terbang perdana selama 56 menit. Presiden Soeharto, yang tak mampu menahan rasa harunya, berpidato: “Keberhasilan uji coba penerbangan pesawat N-250 adalah tonggak bersejarah bagi seluruh bangsa Indonesia karena berhasil merancang sendiri pesawat modern.”

Presiden menambahkan, pesawat N-250 adalah produk andalan PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) karena dirancang bangun sepenuhnya oleh putra-putri Indonesia. Penerbangan tersebut sekaligus menjadi hadiah istimewa bagi Republik Indonesia, yang sepekan kemudian merayakan hari jadi ke-50.

Pertanyaan berikutnya adalah dimana N-250 sekarang??
Saya akan bercerita sedikit tentang N-250,
Performa Pesawat
Pesawat ini menggunakan mesin turboprop 2439 KW dari Allison AE 2100 C buatan perusahaan Allison. Pesawat berbaling baling 6 bilah ini mampu terbang dengan kecepatan maksimal 610 km/jam (330 mil/jam) dan kecepatan ekonomis 555 km/jam yang merupakan kecepatan tertinggi di kelas turprop 50 penumpang. Ketinggian operasi 25.000 kaki (7620 meter) dengan daya jelajah 1480 km.
Berat dan Dimensi
Rentang Sayap : 28 meter
Panjang badan pesawat : 26,30 meter
Tinggi : 8,37 meter
Berat kosong : 13.665 kg
Berat maksimum saat take-off (lepas landas) : 22.000 kg

Sejarah
Rencana pengembangan N-250 pertama kali diungkap PT IPTN (sekarang PT Dirgantara Indonesia, Indonesian Aerospace) pada Paris Air Show 1989. Pembuatan prototipe pesawat ini dengan teknologi fly by wire pertama di dunia dimulai pada tahun 1992. Pesawat ini terbang selama 55 menit pada tanggal 10 Agustus 1995.
Pada saat itu saingan pesawat ini adalah ATR 42-500, Fokker F-50 dan Dash 8-300.

Kalau anda membaca spesifikasi tersebut maka anda akan menemukan bahwa N-250 adalah pesawat turboprop pertama yang menggunakan teknologi fly by wire. Jadi sebenarnya apa yang salah sehingga pesawat ini belum juga mendapat sertifikasi layak terbang?

Klo kita mau flash back ke masa lalu, 1997-1998 terjadi krisis finansial menimpa negara tercinta kita.. Syarat agar IMF mau mengucurkan dana kepada kita adalah semua subsidi untuk IPTN (sekarang PT Dirgantara Indonesia) harus dicabut. Maka berakhir pula proyek N-250, karena IPTN tidak memiliki sumber penghasilan yang pasti, kontrak pembelian pesawat hanya dilakukan oleh TNI dan beberapa negara ASEAN (anda masih ingat ketika pesawat produksi IPTN dibayar dengan beras ketan oleh pemerintah Thailand?)

Sedikit curhat soal IPTN, menurut saya, IPTN juga mengalami kesalahan organisasi. Sebagai industri yang bergerak dibidang padat modal, IPTN mengalami masalah tenaga kerja yang membengkak hingga 9,000 orang (yang sebagian besar harus dirumahkan pada tahun 2003) hingga membuat masalah pada penggajian, karena sebagian besar pendapatan IPTN berasal dari subsidi pemerintah. Selain itu fokus IPTN seharusnya pada pesawat latih yang tidak perlu terlalu banyak sertifikasi seperti pesawat transport sipil. Oh ya, jgn lupa soal engineer kita yang bekerja keluar negeri setelah IPTN kolaps, isu terakhir menyebutkan engineer kita turut membantu modernisasi f-14 milik Iran lho….

Kembali ke masalah N-250, mungkin kah proyek ini dihidupkan kembali??
Pertengahan tahun lalu, didalam majalah angkasa engineer PT DI berencana untuk menghidupkan kembali
N-250 menjadi N-250R yaitu N-250 tanpa menggunakan fly by wire (agar harga pesawat bisa kompetitif dengan pesaing dikelasnya).

Saya percaya teman-teman di PT DI mampu membuat N-250 terbang kembali, pertanyaan saya adalah apakah tersedia pasar untuk pesawat transpor menggunakan baling-baling?? Jika anda diharuskan memilih maka saya yakin anda akan memilih menggunakan pesawat jet dibanding pesawat menggunakan baling-baling iya kan?? Lagipula negara ini bukan seperti China, yang begitu mampu memproduksi pesawat sendiri, maka maskapai penerbangan dalam negeri akan langsung berbondong-bondong mengantri untuk membelinya..

Saya jadi teringat perkataan seorang pejabat negara beberapa waktu lalu, ketika Merpati diminta untuk menegosiasikan (baca: menunda) pembelian pesawat dari China.. Ia langsung, menyarankan agar Merpati menggunakan saja N-250.. semoga semakin banyak pejabat negara seperti dia… Kalau tidak mulai dari sekarang, kapan lagi kita akan menggunakan produk dalam negeri…